Ilmu dalam perspektif sejarah kemanusiaan mempunyai puncak kecemerlangan masing-masing, namun seperti kotak pandora yang terbuka, kecemerlangan itu sekaligus membawa malapetaka.
Tak dapat dipungkiri bahwa kemajuan dalam kedua bidang kimia dan fisika membawa manfaat yang banyak untuk kehidupan manusia. Namun disamping berkah ini kemajuan ilmu sekaligus membawa kutuk yang berupa malapetaka. Perang Dunia I menghadirkan bom. kuman sebagai kutukan ilmu kimia dan Perang Dunia II memunculkan bom atom sebagai produk fisika. Kutukan apa yang mungkin dibawa oleh revolusi genetika?
Revolusi genetika merupakan babakan baru dalam sejarah keilmuan manusia sebab sebelum ini ilmu tidak pernah menyentuh manusia sebagai objek penelaahan itu sendiri. Hal ini bukan berarti bahwa sebelumnya tidak pernah ada penelaahan ilmiah yang berkaitan dengan jasad manusia, tentu saja bnyak sekali, namun penelaahan-penelaahan ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi, dan tidak membidik secara langsung manusia sebagai obyek penelaahan. Artinya, jika kita mengadakan penelaahan mngenai jantung manusia, maka hal ini dimaksudkan untuk mengembangkan ilmu dan teknologi yang berkaitan dengan penyakit jantung. Atau dengan perkataan lain, upaya. kita diarahkan dalam mengembangkan pengetahuan yang memungkinkan kita dapat mengetahui segenap proses yang berkaitan dengan jantung, dan diatas pengetahuan itu dikembangkan teknologi yang berupa alat yang memberi kemudahan bagi kita untuk menghadapi gangguan-gangguan jantung. Dengan penelitian genetika maka masalahnya menjadi sangat lain, kita tidak lagi menelaah organ-organ manusia dalam upaya untuk mnciptakan teknologi yang memberikan kemudahan bagi kita, melainkan mnusia itu sendiri sekarang menjadi obyek penelaahan yang akan menghasilkan bukan lagi teknologi yang memberikan kemudahan, melainkan teknologi untuk mengubah manusia itu sendiri. Apakah perubahan-perubahan yang dlakukan diatas secara moral dapat dibenarkan?
Jawaban mengenai hal ini harus dkembalikan kepada hakikat ilmu itu sendiri. Ilmu berfungsi sebagai pengetahuan yang membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya. Tujuan hidup ini, yang berkaitan erat dengan hakikat kemanusiaan itu sendiri, bersifat otonom dan terlepas dari kajian dan pengaruh ilmiah. Apakah sebenarnya tujuan hidup manusia? Dalam hal ini maka ilmu tidak berwenang untuk menentukannya, dan dalam nafas yang sama hal ini berarti, bahwa ilmu tidak berhak menjamah daerah kemanusiaan yang akan mempunyai pengaruh terhadap kelangsungan tujuan hidupnya, Jangan jamah kemanusiaan itu sendiri! Mungkin inilah kesimpulan dari kerangka pemikiran ini.
Analisis substantif dari jalan fikiran tersebut diatas membawa kita kepada beberapa permasalahan yang bersifat seperti, sekiranya kita mampu membikin manusia yang IQ-nya 160 apakah ilmu bisa memberikan jaminan bahwa dia akan berbahagia ( sekiranya diterima bahwa kebahagiaan adalah salah satu tujuan hidup manusia )? Dalam hal ini ilmu tidak akan bisa memberikan jawaban yang bersifat apriori ( sebelumnya ) sebab kesimpulan ilmiah baru bisa ditarik setelah proses pembuktian yang bersifat aposteriori ( sesudahnya ). Jadi bila kita secara moral bersedia meluluskan penciptaan manusia yang mempunyai IQ 160 maka dengan ilmu pun tidak bisa memberikan jaminan bahwa dia berbahagia.
Kita harus mencoba dulu dan baru kita akan mengetahui jawabannya, mungkin demikian jawabannya para ahli genetika. Hal ini membawa permasalahan moral yang baru, apakah memperlakukan manusia selaku kelinci percobaan dapat dipertanggungjawabkan secara moral? sampai seberapa banyak dan seberapa jauh percobaan harus dilakukan agar ilmu memberikan pembuktian yang meyakinkan? Dan hal ini baru berhubungan dengan salah satu aspek dari hakikat kemanusiaan, padahal hakikat kemanusiaan itu sangat kompleks, yang satu dengan yang lain tidak terjalin dalam hubungan rasional yang dapat dianalisis secara kuantitatif yang melibatkan psikis, emosional dan kepribadian manusia. Jadi ketetapan hati kita untuk melakukan percobaan secara ilmiah pun akan membawa kita kepada permasalahan moral yang tidak berkesudahan, bagai mata rantai yang jalin-menjalin, dimana ilmu itu sendiri tidak bisa memberikan jawabannya secara apriori. Dalam hal ini, manusia diibaratkan membuka kotak pandora, sekali dibuka berhamburlah kutuk dan malapetaka.Jangan sentuh kotak malapetaka itu! Mungkin inilah kesimpulan yang dapat ditarik dari sudut argumentasi ini.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari seluruh pembahasan tersebut diatas menyatakan sikap yang menolak terhadap dijadikannya manusia sebagai obyek penelitian genetika. Secara moral kita lakukan evaluasi etis terhadap suatu obyek yang tercakup dalam obyek formal ( ontologis ) ilmu. Menghadapi nuklir yang sudah merupakan kenyataan maka moral hanya mampu memberikan penilaian yang bersifat aksiologis, bagaimana sebaiknya kita mempergunakan tenaga nuklir untuk keluhuran martabat manusia.
Menghadapi revolusi genetika yang baru di ambang pintu, kita belum terlambat menerapkan pilihan ontologis, " Jangan petik buah terlarang itu ". Jangan! Berharap menciptakan Superman namun yang bangun adalah Frankenstein.
Mari kita telaah sama-sama kemajuan teknologi dan bagaimana cara memberdayakannya agar teknologi bisa menjadi sahabat dan pembantu manusia, bukan malah menjadi musuh yang akan menghancurkan manusia.
Baca juga :
Agama Ilmu dan Masa Depan Manusia
Comments
Post a Comment
Terima kasih telah berkomentar, silahkan baca untuk lebih jelasnya silahkan tanyakan